Pagi, Jalan, Harapan dan Doa yang Diam-diam Tumbuh

Pagi, Jalan, Harapan dan Doa yang Diam-diam Tumbuh

Mengawali hari ini seperti biasa. Aku bangun pagi — meskipun kadang masih suka telat. Setelah mencuci muka dan mandi, aku bersiap-siap untuk mengantar istriku berjualan es di lapak kecil kami. Ini sudah jadi rutinitas harian. Meski terlihat sederhana, momen pagi ini adalah bagian penting dari hidupku.

Jujur saja, dalam hati aku menyimpan banyak angan-angan. Tapi sering kali, angan-angan itu hanya berputar di kepala dan tak kunjung menjadi langkah nyata. Kadang aku bingung dengan diriku sendiri — ingin bergerak maju, tapi belum tahu harus mulai dari mana. Tapi aku yakin, selama masih ada niat dan doa, arah itu akan datang juga.

Sesampainya di lapak, aku bantu istri merapikan jualan. Setelah itu, aku pamit karena harus mengajar tahsin — salah satu rutinitas harianku. Selain itu, aku juga bekerja sebagai imam masjid di daerah tempat tinggalku. Di balik semua kesibukan itu, aku mencoba terus menjadikan hariku berarti, walau kadang terasa lelah dan biasa saja.

Hari ini ada momen yang cukup mengusik hati. Aku bertemu dengan teman lamaku. Terakhir kami bertemu, dia belum menikah. Tapi hari ini, dia sudah punya anak. Aku senang melihatnya bahagia, tapi di sisi lain ada rasa haru yang datang diam-diam. Aku yang lebih dulu menikah, belum dikaruniai anak. Rasanya seperti dipeluk pelan oleh takdir — campur aduk antara harapan dan sabar.

Tapi aku percaya, Tuhan punya cara tersendiri untuk setiap hamba-Nya. Aku yakin, saat aku benar-benar siap, Tuhan akan mempercayakan titipan indah itu padaku dan istriku. Bukan karena aku terlambat, tapi karena waktuku memang sedang disiapkan.

Aku menulis ini bukan untuk mengeluh, tapi untuk mengingatkan diriku sendiri bahwa setiap hari, sekecil apa pun itu, adalah bagian dari perjalanan. Dan hari ini — meski biasa — tetap patut untuk disyukuri.

warizalahmad92@gmail.com
http://kisahmarbot.com

Leave a Reply