
Marbot: Tak Tertulis di Data, Tapi Dicatat di Langit
Tidak ada gelar akademik di balik namaku. Tidak juga seragam resmi.
Namaku tak pernah masuk daftar pegawai, apalagi struktur penting sebuah lembaga.
Tapi aku yakin, marbot adalah profesi yang mulia di sisi Allah.
Aku adalah penjaga rumah-Nya — rumah yang akan dikunjungi hamba-hamba-Nya ketika mendengar panggilan azan. Rumah yang didatangi saat hati gelisah, saat tangis mencari pelipur, dan saat ruh membutuhkan siraman iman.
Dan aku… adalah hamba yang ditugaskan Allah untuk merawat rumah itu.
Marbot — sebuah profesi yang dunia anggap kecil.
Tak dicita-citakan anak-anak di sekolah. Tak dibangga-banggakan di meja pergaulan.
Sebagian orang memilihnya karena terpaksa; hanya untuk bertahan hidup, atau sebagai sambilan mahasiswa.
Tapi tidak bagiku.
Menjadi marbot adalah kehormatan.
Sebuah tugas mulia yang tidak semua orang sanggup mengembannya.
Aku bisa saja melamar kerja di luar sana meninggalkan aktifitas dimasjid, dulu aku pernah melakukannya, sama sekali tidak terlibat di kegiatan masjid, aku mampir dimasjid hanya saat waktu shalat, itu benar-benar terasa aneh bagiku karna aku sejak smp sampai kuliah memang lebih banyak beraktifitas dimasjid, tidak hanya shalat berjama’ah saja tapi rutinitas yang lain juga aku ikut andil sehingga aku merasa kecintaanku pada rumah Allah melebihi semua yang pernah kuingini di dunia ini.
Benar… upahnya tidak sebesar pegawai kantoran.
Tapi aku menemukan kebahagiaan dan keberkahan yang tidak dijual di mana pun.
Coba bayangkan…
Setiap debu yang kuseka di lantai masjid — disaksikan oleh langit dan para malaikat.
Setiap orang yang shalat, doa yang dipanjatkan, ada andilku dalam menjaga tempat sujudnya.
Setiap kajian yang mereka dengar dan niat untuk diamalkan, aku ikut mendapat bagian pahala — tanpa mengurangi pahala mereka sedikit pun.
Dan ingatlah sabda Nabi ﷺ yang agung:
“Tujuh golongan yang akan Allah naungi di hari tiada naungan selain naungan-Nya, salah satunya adalah: **lelaki yang hatinya terpaut dengan masjid.”
(HR. Bukhari dan Muslim)
Menjadi marbot jelas bukan makna mutlak dari hadist ini,
tapi bukankah hati yang setiap hari terpaut pada adzan, sajadah, dan lantai masjid,
juga bagian dari hati yang terpaut merindukan masjid?
dan ketahuilah…. bahwa masjid adalah tempat yang dicintai oleh Allah azzawajala sebagaimana dalam sebuah hadist :
“Tempat yang paling dicintai oleh Allah adalah masjid-masjidnya; dan tempat yang paling Allah benci adalah pasar-pasarnya.”
(HR. Muslim no. 671)
Imam Nawawi rahimahullah berkata:
“Karena masjid adalah tempat ketaatan, dan dibangun di atas dasar takwa.”
Aku bangga menjadi penjaga rumah yang dicinta oleh Sang Pencipta.
Dan aku berharap, kelak saat aku wafat, Allah izinkan aku tetap berada di salah satu rumah-Nya (masjid).
Leave a Reply